Menjelang bulan Ramadhan biasanya ada tradisi yang merebak dikalangan masyarakat bahkan juga pada sebagian aktifis da’wah, yaitu ungkapan saling bermaaf-maafan sebelum datangnya bulan ramadhan, baik disampaikan langsung dengan lisan maupun melalui SMS, BBM, Facebook atau social media lainnya.
Dan perlu diketahui, bahwa tradisi seperti ini tidak ada tuntunannya dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam, para sahabat dan orang-orang shalih terdahulu.
Mereka yang melestarikan tradisi ini berlandaskan pada riwayat yang terjemahannya sebagai berikut:
Ketika Rasullullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam sedang berkhutbah pada Shalat Jum’at (dalam bulan Sya’ban), beliau mengatakan Amin sampai tiga kali, dan para sahabat begitu mendengar Rasullullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam mengatakan Amin, terkejut dan spontan mereka ikut mengatakan Amin. Tapi para sahabat bingung, kenapa Rasullullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam berkata Amin sampai tiga kali. Ketika selesai shalat Jum’at, para sahabat bertanya kepada Rasullullah, kemudian beliau menjelaskan: “Ketika aku sedang berkhutbah, datanglah Malaikat Jibril dan berbisik, hai Rasullullah Amin-kan do’a ku ini,” jawab Rasullullah.
Do’a Malaikat Jibril itu adalah:
“Ya Allah tolong abaikan puasa ummat Muhammad, apabila sebelum memasuki bulan Ramadhan dia tidak melakukan hal-hal yang berikut:
1) Tidak memohon maaf terlebih dahulu kepada kedua orang tuanya (jika masih ada);
2) Tidak bermaafan terlebih dahulu antara suami istri;
3) Tidak bermaafan terlebih dahulu dengan orang-orang sekitarnya.
Anehnya, orang-orang yang menuliskan riwayat ini tidak ada yang menyebutkan siapa perawinya. Setelah ditelaah, riwayat dengan lafadz diatas tidak ditemukan dalam kitab-kitab hadits yang biasa jadi rujukan.
Namun ada riwayat yang mirip seperti ini yang diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah (3/192) dan Ahmad (2/246, 254) yang lafadznya:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَقَي الْمِنْبَرَ فَقَالَ : آمِيْنَ آمِيْنَ آمِيْنَ فَقِيْلَ لَهُ : يَارَسُوْلَ اللهِ مَا كُنْتَ تَصْنَعُ هَذَا ؟ ! فَقَالَ : قَالَ لِي جِبْرِيْلُ : أَرْغَمَ اللهُ أَنْفَ عَبْدٍ أَوْ بُعْدٌ دَخَلَ رَمَضَانَ فَلَمْ يُغْفَرْ لَهُ فَقُلْتُ : آمِيْنَ ثُمَّ قَالَ : رَغِمَ أَنْفُ عَبْدٍ أَوْ بُعْدٌ أَدْرَكَ وَالِدَيْهِ أَوْ أَحَدَهُمَا لَمْ يُدْخِلْهُ الْجَنَّةَ فَقُلْتُ : آمِيْنَ ثُمَّ قَالَ : رَغِمَ أَنْفُ عَبْدٍ أَوْ بُعْدٌ ذُكِرْتَ عِنْدَهُ فَلَمْ يُصَلِّ عَلَيْكَ فَقُلْتُ : آمِيْنَ .
“Dari Abu Hurairah: Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam naik mimbar lalu bersabda: ‘Amin, Amin, Amin’. Para sahabat bertanya : “Kenapa engkau berkata demikian, wahai Rasulullah?” Kemudian beliau bersabda, “Baru saja Jibril berkata kepadaku: ‘Allah melaknat seorang hamba yang melewati Ramadhan tanpa mendapatkan ampunan’, maka kukatakan, ‘Amin’, kemudian Jibril berkata lagi, Celakalah seorang hamba yang mendapati kedua orang tuanya masih hidup atau salah satu dari keduanya, namun tidak membuatnya masuk Jannah (karena tidak berbakti kepada mereka), maka aku berkata: ‘Amin’. Kemudian Jibril berkata lagi. Celakalah seorang hamba yang ketika namamu disebut disisinya tapi ia tidak mau bershalawat kepadamu, maka kukatakan, ‘Amin.”
Hadits ini dishahihkan oleh Al Mundziri di At Targhib Wat Tarhib (2/114 dan 3/295), juga oleh Adz Dzahabi dalam Al Madzhab (4/1682), dan dihasankan oleh Al Albani di Shahih At Targhib (1679).
Jadi riwayat yang kedua inilah yang benar terkait dengan aminnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam diatas mimbar. Adapun riwayat yang pertama tidak jelas asal usulnya sehingga tidak bisa dipertanggung jawabkan keabsahannya dan tidak bisa dijadikan hujjah dalam beramal.
Walhasil, untuk meminta maaf kita itu tidak perlu menunggu hingga datangnya bulan Ramadhan, tetapi kapanpun kita merasa berbuat kesalahan kepada orang lain, maka segeralah kita meminta maaf kepadanya, karena siapa yang bisa menjamin usia kita sampai bulan Ramadhan jika kita menunda meminta maafnya sampai datangnya bulan tersebut.
Wallahu a’lam bish showab
Abu Shofwan Ar Rasyid. Sya’ban 1436 H.