Dusta adalah perkataan yang tidak sesuai dengan keadaan. Allah dan RasulNya melarang keras seorang berkata dusta, karna ucapan dusta adalah termasuk salah satu ciri-ciri orang munafik. Ingat sabda Rasulullah saw. yang artinya:
“Tanda-tanda orang munafik ada tiga, yaitu bila berbicara berdusta, bila berjanji tidak ditepati, dan bila diamanati dia berkhianat”. (HR. Muslim)
Sedikitnya ada dua akibat orang yang berdusta:
1. Orang yang berdusta akan terus selalu berkata dusta untuk menutupi perkataan yang dusta. Artinya orang yang berkata dusta selamanya akan terus mengatakan perkataan-perkataan dusta, sebagai contoh:
Saat terima raport Si Fulan di sekolahnya seungguhnya mendapat peringkat terahir di kelasnya, kemudian temanya bertanya kepada Fulan; “Fulan kamu peringkat berapa?”, kemudian Fulan menjawab;”Peringakat 1.”
=>ini adalah ungkapan dusta pertama
Kemudian temanya bertanya kembali; “Nilai matematika kamu dapat berapa Fulan?” kemuidan Fulan menjawab; “Dapat nilai 9 nih”
=> Untuk menutupi perkataan dustanya, Fulan melakukan perkataan bohong kembali, karna tidak mungkin Fulan mengaktakan jika nilai sesunggunya mendapat nilai 5.
dan begitulah seterusnya…
2. Orang yang berdusta akan terus dicap sebagai orang yang pendusta meskipun perkataanya benar. Rasulullah saw. bersabda yang artinya:
“Hendaklah kamu selalu benar. Sesungguhnya kebenaran membawa kepada kebajikan dan kebajikan membawa ke surga. Selama seorang benar dan selalu memilih kebenaran dia tercatat di sisi Allah seorang yang benar (jujur). Hati-hatilah terhadap dusta. Sesungguhnya dusta membawa kepada kejahatan dan kejahatan membawa kepada neraka. Selama seorang dusta dan selalu memilih dusta dia tercatat di sisi Allah sebagai seorang pendusta (pembohong)”. (HR. Bukhari)
Berhati-hatilah jika berbicara dan jangan sekali-sekali melakukan perkataan dusta yang akan membawa kepada neraka meskipun berniat untuk bercanda dan membuat orang lain tertawa, ingat sabda Rasulullah saw.:
“Celaka bagi orang yang bercerita kepada satu kaum tentang kisah bohong dengan maksud agar mereka tertawa. Celakalah dia…celaka dia”. (HR. Abu Dawud dan Ahmad)
Rasulullah saw. membolehkan dusta dalam tiga perkara, yaitu
1. dalam peperangan,
2. dalam rangka mendamaikan antara orang-orang yang bersengketa dan
3. pembicaraan suami kepada isterinya (Bila dikhawatirkan ucapan suami yang benar dapat berakibat buruk, maka suami boleh berdusta kepada isteri untuk memelihara kerukunan). (HR. Ahmad)